Aturan Utang Beras
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Beras di tempat kita, bahkan di hampir seluruh dunia adalah bahan makanan pokok yang bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama. Dengan dua kriteria ini, beras termasuk barang ribawi. Demikian menurut Malikiyah dan Hambali.
Karena itu, beras hanya boleh ditukas dengan beras (barter beras) dengan ketentuan:
[1] Sama takarannya atau timbangannya
[2] Dilakukan secara tunai
Ini berbeda dengan utang. Orang utang beras, dibayar dengan beras. Namanya utang, tidak ada yang tunai. Namun ini dibolehkan karena transaksinya utang dan bukan tukar-menukar atau barter. Diantara perbedaan barter dengan utang, bahwa utang hanya dilakukan ketika membutuhkan bantuan. Sehingga, dia bersedia untuk menerima beras jenis apapun.
Berbeda dengan barter. Latar belakang orang melakukan barter, sebenarnya dia telah memiliki barang, namun dia menghendaki untuk memiliki barang yang lain. Lalu dia lakukan barter untuk mendapatkan barang yang diinginkan.
Kita akan mengacu pada aturan yang disebutkan dalam kitab al-Mudawwanah – kitab madzhab Malikiyah, tanya jawab antara Sahnun dengan Ibnul Qosim, murid senior Imam Malik.
Ketika seseorang utang beras, pada saat datang masa pengembalian, ada beberapa pilihan yang bisa dia lakukan:
Pertama, Dibayar dengan selain beras
Misalnya dibayar dengan uang atau barang lainnya, termasuk dengan sembako lainnya. Ini dibolehkan sesuai kesepakatan. Boleh ada perbedaan takaran. Misalnya, utang beras 5 kg dibayar dengan minyak goreng 3 kg.
Karena komoditas untuk pelunasannya beda, maka takarannya boleh beda.
Dalam al-Mudawwanah dinyatakan,
إِذَا حَلَّ الْأَجَلُ فَلَا بَأْسَ أَنْ تَبِيعَهُ طَعَامَهُ ذَلِكَ بِمَا شَاءَ مِنَ الطَّعَامِ بِأَكْثَرَ مِنْ كَيْلِ طَعَامِهِ ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ مِنْ صِنْفِ طَعَامِهِ الَّذِي أَقْرَضَ , فَلَا يَجُوزُ أَنْ تَبِيعَهُ بِأَكْثَرَ مِنْ كَيْلِهِ الَّذِي أَقْرَضَهُ إِيَّاهُ
Apabila jatuh tempo telah tiba, tidak masalah dia menukar makanannya yang dia utangkan dengan makanan lain yang dia inginkan, dengan takaran yang lebih banyak dari pada makanan yang dia utangkan. Kecuali jika ditukar dengan bahan makanan yang sejenis seperti makanan yang diutangkan, tidak boleh ditukar dengan takaran yang lebih banyak dari pada yang dulu dia utangkan. (Al-Mudawwanah, 3/177)
Kedua, Dibayar dengan bahan makanan semisal. Misalnya, utang beras dibayar beras
Aturan yang berlaku, harus dibayar dengan takaran yang sama, meskipun beda kualitasnya. Misalnya, utang beras rojolele, dibayar dengan beras 64. Takarannya harus sama.
Termasuk yang mengikuti aturan ini, utang beras dibayar dengan tepung beras. Karena masih sama, maka takarannya juga harus sama.
Dalam al-Mudawwanah dinyatakan,
فَإِنْ أَقْرَضْتُ رَجُلًا طَعَامًا فَلَمَّا حَلَّ الْأَجَلُ قَالَ لِي : خُذْ مِنِّي مَكَانَ طَعَامِكَ صُبْرَةَ تَمْرٍ أَوْ زَبِيبٍ؟ قَالَ : لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فِي قَوْلِ مَالِكٍ ، قَالَ : وَقَالَ لِي مَالِكٌ : وَإِنْ كَانَ الَّذِي أَقْرَضَهُ حِنْطَةً فَأَخَذَ دَقِيقًا حِينَ حَلَّ الْأَجَلُ فَلَا يَأْخُذْ إِلَّا مثلا بِمِثْلٍ
Sahnun bertanya,
“Jika saya menghutangi orang lain bahan makanan. Setelah datang waktu pelunasan, peminjam (debitor) meminta, “Silahkan ambil sekantong kurma atau zabib, sebagai ganti gandum yang kemarin.” Apakah dibolehkan?”
Jawab Ibnul Qosim,
Itu tidak masalah menurut Imam Malik. Imam Malik menjelaskan kepadaku, “Jika yang diutangkan itu gandum, kemudian dilunasi dengan tepung gandum ketika jatuh tempo, maka tidak boleh mengambilnya kecuali jika semisal.” (Al-Mudawwanah, 3/178)
Beliau juga mengatakan,
وَكَذَلِكَ إِنْ أَخَذَ شَعِيرًا أَوْ سُلْتًا فَلَا يَأْخُذْ شَعِيرًا وَلَا سُلْتًا إِلَّا مثلا بِمِثْلٍ
Demikian pula ketika orang utang sya’ir (gandum kasar) atau utang sult (gandum halus), maka yang memberi utang tidak boleh meminta pelunasan dengan sya’ir atau sult kecuali yang semisal ukurannya. (Al-Mudawwanah, 3/178)
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina PengusahaMuslim.com)
PengusahaMuslim.com
SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK